11 Caro Cadiak, Pandai pandeka.api@gmail.com Angko-angko agak bara -

Cerita di Balik Kata, Kisah di Balik Bahasa

Sabtu, 29 Agustus 2015

Zhan Long Bagian 6 - Xiao Yao dan Dunia


Keesokan harinya, jam sebelas siang, masih satu jam sebelum <Kismat> resmi dibuka. Aku berada di kamar sambil memakan nasi kotak bersama Mata Empat, hanya untuk menunggu waktu berlalu. Terlebih, aku berhasil mengetahui semua detail dari si Mata Empat. Sepertinya dia adalah operator pada sebuah situs daring yang membuka beberapa pasar gelap dengan penghasilan mencapai 10.000 yuan. Dia membayar 3.000.000 yuan untuk bisa kuliah di ULH. Alasannya untuk kuliah adalah agar menjadi terpelajar dan pandai. Bagaimanapun aku melihat, sepertinya dia hanya ingin bermain-main di sini selama empat tahun, lalu mati membusuk setelah lulus, sama sepertiku.

Di atas meja terdapat sebuah majalah <Kismat> yang di dalamnya terdapat berbagai informasi tentang permainan tersebut. Aku melihat sekilas, tapi tak ada sesuatu yang mengesankan. Bagaimanapun, permainan ini memiliki satu perancang ahli, empat perancang pelaksana, dan tambahan seratus lima puluh perancang lainnya. Salah seorang perancang pelaksana terlihat sangat familier – dia adalah Lin Cheng!

Tubuhku tergetar sedikit, aku terduduk kaget. Jangan bilang ini adalah si tua itu?

Segera kuambil sebuah kursi dan membuka komputer Tang Gu.

“Hei, Mata Empat, biarkan aku menggunakan komputermu sebentar,” kataku.

“Ah, ada apa?” si Mata Empat terkejut lalu bertanya. “Akan kuizinkan, namun lain kali jangan tiba-tiba begini. Kenapa denganmu sebenarnya?”

Aku segera membuka penjelajah dan cepat membuka mesin pencari dan mengetikkan ‘<Kismat>’ dan ‘Lin Cheng’. Banyak informasi yang bermunculan setelah itu. Lin Cheng adalah perancang utama dari <Kismat>. Di sana juga ada fotonya dengan wajah yang selalu tersenyum itu. Aku tertawa seakan tak percaya – ini benar-benar si tua tolol itu!

Mata Empat melihatku penuh tanya.

“Oi, ada apa? Si Lin Cheng ini, kau mengenalnya?”

Aku mengangguk, tapi tak berkata apa-apa. Bagaimana aku tak mengenalnya? Dari umur empat belas sampai sembilan belas tahun, aku selalu bersamanya, terus melatih tubuhku. Siapa sangka si tua ini akan menjadi seorang perancang permainan dan perancang permainan yang sangat populer pula?

“Mata Empat, <Kismat> ini adalah sebuah permainan, bukan? Mengapa mereka memilih si tua ini menjadi salah satu tim perancang? Aku benar-benar tak habis pikir ...,” kataku dengan dahi berkerut.

Mata Empat tersenyum.

“Sudah pasti kau tak akan mengerti. <Kismat> diumumkan sangat awal, dan nilai jualnya yang paling besar adalah, bahwa permainan ini mengundang banyak ahli pada bidangnya untuk ikut dalam tim perancang. Contohnya, pandai besi terbaik di dunia, pemanah terbaik dunia, bahkan ahli jamu, dan seorang ahli silat juga diundang. Permainan ini bisa dikatakan sebagai permainan yang paling mirip dengan dunia nyata. Aspek mental seperti sikap dan semangat juga berperan penting, ditambah, kau juga bisa membuat keterampilan dan jurusmu sendiri. Apapun itu, ini adalah surga bagi pecandu permainan.”

“Membuat sendiri keterampilan dan jurusmu ...,” aku bergumam. “Jadi begitu, ya?”

“Kenapa? Apa kau melihat hantu?” Mata Empat bertanya.

Aku menggeleng lalu tersenyum.

“Tak apa. Mari bersiap untuk memasuki <Kismat>.”

“Hem, tunggu aku mencapai level tinggi, aku akan membantumu!”

“Membantu kepalamu! Fokus saja agar tidak tewas oleh monster. Menurut keterangannya, monster di sana sangat ganas dan jika kau tewas, kau akan kehilangan satu level. Berhati-hatilah!”

“Aku tahu. Aku berada pada peringkat di atas 7.000 di <Taklukan>, dan bisa dianggap seorang pro. Bagaimana aku bisa kacau dalam <Kismat>?”

“Sudah, jangan berlagak.”

Bibirku mengulum menjadi senyum saat aku mengingat apa yang dikatakan oleh Cheng Yue. Dia berada di peringkat tujuh sembilan dalam <Taklukan>. Sudah pasti dia adalah pemain tingkat atas. Terlebih lagi, sepertinya Wan Er memiliki peringkat lebih tinggi dari itu. Mereka ini benar-benar menghabiskan uang dalam permainan. Satu persatu dari mereka mulai mengganas.

Pukul sebelas lewat lima puluh, aku mulai memakai helm. Helm ini memindai irisku, mengonfirmasi identitasku. Sudah bisa diduga, tak ditemukan data tentang akunku sebelumnya, jadi aku harus membuat akun baru dan memilih sebuah golongan. Bagaimanapun, saat ini adalah hitungan mundur dalam peluncuran <Kismat>. Tak ada yang bisa kulakukan.

Aku menunggu dengan sabar sembari sepuluh menit berlalu dengan lambatnya. Menurut Mata Empat, orang yang pertama kali memasuki permainan, akan mendapatkan hadiah. Aku tak peduli, karena aku akan membuat karakter setampan mungkin, dan kemudian akan mengejar impianku selama hidup – mendapat pacar.

“3!”

“2!”

“1!”

Akhirnya, setelah aku menghitung mundur, <Kismat> diluncurkan. Sebuah pemandangan kuil lama dan reruntuhannya terpampang di hadapanku. Kamera menyorot ke langit, dan matahari bersinar dengan teriknya ke arahku. Di kaki gunung, terjadi sebuah pertempuran. Ringkikan kuda perang bisa di dengar. Ada ribuan anak panah yang lalu-lalang, dan di baliknya terdapat sebuah pohon besar yang tumbuh menjulang ke langit, melebihi pandangan umat manusia. Di bawahnya, pasukan berkuda maju ke depan, dan menghabisi lawan-lawannya. Satu persatu barbar yang memegang kapak meneriakkan suara ganas, gigi-gigi mereka sangat tak beraturan yang menambah kengerian pada orang yang melihat mereka.

Di puncak gunung, seorang gadis cantik sedang duduk dengan tubuh berpakaian zirah lengkap. Dia melihat seluruh pertempuran dengan mata indahnya dan tiba-tiba ia berdiri. Sepasang kakinya sedikit menekuk. Tuing! Terdengar suara lompatannya ke udara. Saat dia melayang jatuh dari puncak gunung, tangannya bergantung pada sebuah payung. Suis! Payung yang berwarna merah darah itu terkembang, menghentikannya dari jatuh. Dia keluarkan bilahnya dan mulai menebas.

Pang!

Bilahnya berkilau ketika menyerbu ke arah sekelompok barbar dan menjadikan mereka setumpuk daging. Dia tersenyum penuh percaya diri sembari mengayunkan bilahnya, pertempuran di sekitarnya mulai membara, sementara dia terus membunuh dengan cepat.

Waa!

Di tengah teriakan itu, sebuah tubuh besar meloncat ke arahnya, hingga bayangan tubuh itu menutupinya. Yang meloncat tersebut adalah seorang barbar khusus yang memiliki kapak emas. Dia adalah salah satu tokoh legendaris barbar. Kapak tersebut diliputi dengan api dan dia mengayunkannya ke arah gadis tadi.

Reaksi dari sang gadis sangat cepat, melangkah ke belakang untuk menghindarinya. Pada saat yang bersamaan, dia meraih payung merah darah yang berada di punggung dan segera membukanya. Begitu terbuka terdengar suara suis dan menjadi sebuah tameng. Tang! Sebuah peluru ditembakkan dari payung tersebut dan menyentakkan si barbar dengan aliran listriknya. Kapak tadi masih mengenai payung dan terdengar suara aduan keduanya, yang membuat hati si gadis menjadi tergetar.

Dia belalakkan mata cantiknya dan di dalamnya terlihat api yang sedang menari. Dengan satu kilatan dari belatinya, dia meninggalkan sayatan dalam di leher si barbar. Tanpa ampun, dia membunuh si barbar. Lalu kemudian dengan bangga berteriak ke arah Pohon Dunia.

Adegan tersebut tiba-tiba menghilang, sepertinya yang barusan adalah adegan pembuka. Seluruh peta <Kismat> ditunjukkan pada layar. Pada bagian selatan, terdapat populasi umat manusia beserta tujuh kerajaan mereka. Di tengah-tengahnya terdapat Samudra Tanpa Arah yang dihuni oleh Nimfa Laut. Bagian utara masih belum dipetakan, hanya terdapat gambar monster berupa naga, undead, dan barbar. Setelah itu, langit luas dihiasi dengan sebuah kata berukuran besar – <Kismat>. Tampilan permainan ini benar-benar luar biasa.

Kemudian, sebuah menu muncul dan pemberitahuan dari sistem yang mengatakan untuk memilih ras yang diinginkan.

Lima ras tampil di hadapanku. Ras Manusia, Undead, Ruh Bulan, Barbar, dan Elf.  Setelah kuperhatikan satu persatu, aku sadar, bahwa ras undead bertentangan dengan ambisiku untuk membuat karakter yang super tampan. Ruh bulan terlihat menggoda, tapi terbatas hanya untuk para perempuan. Barbar terlalu kasar. Elf memiliki sayap dan bisa terbang, tapi mereka terlalu lemah dan mudah tewas. Akhirnya aku memilih ras manusia. Ras ini sangat bagus karena sangat mirip dengan orang yang sebenarnya.

Aku mengonfirmasikan pilihanku pada ras manusia, yang setelah itu sistem menunjukkan sebuah gambar seorang laki-laki yang perlahan berubah mencocokkan dengan penampilanku. Dia mengenakan pakaian desa yang sederhana dan menggenggam pedang kayu. Sejujurnya, penampilannya cukup tampan, jadi aku tak mengubah apa-apa. Setelah itu, pemberitahuan sistem berganti agar aku memilih golongan.

Tak perlu panjang lebar, golongan yang kupilih adalah dukun. Yang paling utama darinya adalah, dukun bisa memulihkan, dan ini adalah aspek paling penting dari generasi muda kita!

Aku tersenyum, tapi ketika kupikirkan bagaimana harus melatih pemulihan dan levelku, pandanganku jadi berkunang.

Oh, biarlah. Aku memilih golongan dukun dan di hadapanku berdiri sebuah karakter setinggi 1,8 m. Cocok dengan sebutan ‘tinggi, tampan, dan kaya’.

Pemberitahuan sistem berubah lagi agar aku memasukkan nama.

Aku sudah memikirkan ini sejak lama.

Sebuah panel muncul di hadapanku dengan kotak teks di dalamnya, menunjukkan bahwa aku harus mengetikkan namaku.

Diao Chan dari Tiga Kerajaan.

Ting.

Pemberitahuan Sistem: Nama yang kamu pilih telah dipakai!

Kukepalkan tinju lalu berkata.

“Bagaimana bisa nama aneh seperti itu sudah dipakai orang lain!?”

Tak apa, aku punya nama cadangan, jika hal seperti ini terjadi. Aku mulai mengetikkan nama tersebut.

Nona, Singgahlah Sebentar.

Ting.

Pemberitahuan Sistem: Nama yang kamu pilih telah dipakai!

Lagi-lagi pemberitahuan dari sistem. Hatiku hampir hancur karenanya. Ini terlalu sulit. Semua nama yang kuinginkan telah diambil. Kali ini aku mengetikkan nama lain yang kedengarannya tak begitu keren. Semoga saja belum diambil.

Xiao Yao dan Dunia.

Pemberitahuan Sistem: Nama yang kamu pilih telah dipakai!

“Apa!?”

Aku hampir menyemburkan darah. Kurapatkan rahang, memusatkan keinginanku untuk menggunakan nama yang biasa aku pakai selama ini, namun kuputuskan untuk meninggalkannya.

Xiao Yao Zi Zai.

Ting.

Pemberitahuan Sistem: Nama yang kamu pilih belum dipakai, apa kamu ingin memakai nama ini?

Oh, akhirnya. Aku berhasil memilih sebuah nama. Apa lagi yang harus kupedulikan?

Setelah menekan tombol konfirmasi, sebuah karakter terbuat.

Pemberitahuan Sistem: Apa kamu ingin langsung memasuki dunia permainan?

Setelah memilih ‘iya’, secarik cahaya berkilat ke mataku seiring memasuki <Kismat>. Kilatan tersebut melewatiku. Tak lama kemudian aku berada di atas jalan sederhana dan sedikit rusak. Di sekelilingku terlihat beberapa tiang runtuh. Di sana juga ada pemain baru yang sedang kebingungan.

Pemberitahuan Sistem: Kau Ditempatkan di Desa Pemula Ke-19, Desa Rumput Anjing.

Desa Rumput Anjing, nama yang bagus!

Masih berdiri di sana, aku tak terburu-buru untuk ke mana pun. Di dekatku, banyak orang yang menarik pedang mereka dan berlari ke dataran yang mengelilingi desa. Hem, sepertinya mereka sudah tak sabar untuk meningkatkan level.

Dengan menyebutkan kalimat ‘Informasi Pemain’, tampil sebuah layar yang dipenuhi informasi. Benar, informasi ini menunjukkan status pemain.

Xiao Yao Zi Zai (Dukun Baru)
Level: 1
Serangan (ATK): 1-1
Pertahanan (DEF): 2
Darah (HP): 100
Titik Mantra (MP): 50
Pesona: 0

Kekuatan serangan yang luar biasa, 1-1. Apa ini cukup untuk membunuh ayam? Yang benar saja.

Di tanganku terdapat sebuah tongkat kayu tua yang sudah lapuk. Aku memandanginya. Hem, sepertinya serangan 1-1 dikarenakan oleh senjata lusuh ini. Mulai melangkah, aku tak terburu-buru untuk mulai berburu. Karena, aku yakin aku tak akan sanggup membunuh satu pun. Menjadi seorang dukun, aku harus mengumpulkan banyak informasi. Aku tak mau bersama dengan dengan sekelompok pemain baru di luar sana dan mencoba untuk membunuh anjing rumput.

Aku berjalan ke arah pandai besi, seorang bertubuh kekar dan tinggi menyambutku. Dia tersenyum dan berkata.

“Nak, apa kau ingin membeli senjata?”

Aku mengangguk, dan segera melihat-lihat. Ada beberapa pedang yang hanya mensyaratkan level 1 untuk bisa menggunakannya, dengan kekuatan serangan 1-3. Bagaimanapun, harganya 15 keping tembaga dan aku hanya punya 10.

Setelah memikirkan beberapa saat, aku memutuskan. Kukeluarkan tongkatku dan menjualnya seharga 7 keping tembaga. Sekarang aku punya 17 keping tembaga dan dengan senang hati membeli pedang tersebut. Ini bukanlah pedang kelas tinggi, dan persyaratan penggunaan juga tidak terlalu tinggi. Terserahlah, aku adalah seorang dukun, kadang aku perlu bergantung pada pisauku saat melakukan operasi dan kadang aku bergantung padanya untuk makan. Kekuatan serangannya cukup bagus.

Dengan menggenggam pedang di tangan, aku beranjak dari sana.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan tanggapanmu!

Kesulitan Membaca di Blog Ini?

Bagi kamu yang kesulitan membaca dengan format yang sekarang dan ingin mengubahnya atau mau lebih nyaman lagi, bisa klik alamat ini untuk tahu caranya.

Ingin Gabung?

Jika ada yang ingin bergabung sebagai penerjemah atau penyunting, baik itu untuk proyek yang ada atau pun proyek milik sendiri/baru, silakan hubungi kami.

Populer Seminggu Ini

Diubah oleh Pandeka Api. Diberdayakan oleh Blogger.