11 Caro Cadiak, Pandai pandeka.api@gmail.com Angko-angko agak bara -

Cerita di Balik Kata, Kisah di Balik Bahasa

Sabtu, 29 Agustus 2015

Zhan Long Bagian 3 - Belalang Terbang Tinggi



Setelah bangkit, aku berbalik dan melihat Song Han – umurnya dua puluh empat tahun, dan salah seorang kawanku di game sebelumnya. Panggilannya Xiao Lang dan bertugas sebagai pembunuh. Selain itu, dia dianggap pemain terhebat dalam kelompok kami.

Keningku mengerut. Jika Song Han dan kawanku yang lain tahu, bahwa orang yang mereka anggap sebagai seorang pahlawan telah diusir dan terpaksa tidur di halaman serta bangun bermandikan embun padi, aku tak akan sanggup menanggung malu.

Aku bicara dengan suara pelan.

“Baru-baru ini aku mempelajari jurus tingkat tinggi, yang persyaratannya adalah bisa menyatu dengan alam – angin, hujan, dingin, dan bahkan embun pagi. Karena itu, mulai kemarin aku memutuskan untuk tidur di luar. Ada apa pagi-pagi ke sini?”

Song Han melihat barang-barang milikku yang berserakan di sampingku. Dia mengerut dan berkata.

“Bagaimanapun aku melihatnya, kau pasti sudah di usir. Sudah berapa lama kau tak bayar uang sewa?”

Aku menggeleng.

“Jangan berkhayal, kita sama-sama sudah dewasa. Jangan melihat sesuatu dari luarnya saja, tapi pahami juga isi dalamnya. Apa guru etikamu tak mengajarkan yang demikian sebelumnya?”

Song Han menyeringai,

“Bang Xiao Yao, jangan bohong. Apa ini gara-gara bu kontrakan yang galak itu sehingga kau jadi begini?”

Aku menggeleng lagi, dan menjawab.

“Tidak mungkin. Lagi-lagi kau mengkhayal ....”

Saat itu, sebuah pintu terbuka dan bu kontrakan mengintip keluar. Dia pura-pura tak melihat kami dan mulai mengoceh.

“Oh, si Li Xiao Yao itu, dia tak pulang tadi malam. Aku bisa abaikan jika dia tak membayar uang sewa, tapi juga tak membayar tagihan listrik dan air? Bahkan dia mencoba meminta perpanjangan tunggak! Ada apa dengan anak muda saat ini? Dengan tubuh yang masih kuat, kenapa mereka tak mau bekerja keras? Tak sanggup bayar sewa, masa depannya pasti suram. Orang seperti ini tak pantas punya pasangan seumur hidup!”

Aku berpikir dengan sungguh-sungguh.

“Kau boleh memakiku karena miskin, tapi sampai mengejek dan menyumpahiku agar tak pernah punya pasangan, bukankah itu terlalu kejam?”

Song Han tersenyum dan berkata,

“Dia sangat menjengkelkan. Bagaimana Bang Xiao Yao bisa sabar selama ini? Aku pasti kesulitan. Apa kau ingin aku menyingkirkannya dengan memenggal kepalanya?”

“Tenang dan simpan kembali pedangmu, anak muda ....”

“Kalau begitu, tunggu sebentar!”

“Ada apa?”

“Lihat saja nanti!”

Kukemasi semua barang-barangku dan membungkusnya menjadi satu. Dengan begini, perjalananku bisa lebih mudah. Beberapa lama kemudian, Song Han kembali. Di tangannya ada seember kotoran. Melihat itu, keningku mengerut.

“Xiao Lang, untuk apa itu?”

 Song Han tersenyum, mengeluarkan sebuah kantong plastik dari sakunya, yang di dalamnya berisikan belalang kotor dan sejenis serangga lainnya.

“Aku pergi ke rumah Tuan Liu untuk mengumpulkan si kecil ini, lalu pergi ke rumah Nenek Wang untuk menangkap belalang dan jangkrik. Karena bu kontrakan itu tak peduli tentang harga diri, ayo kita beri dia hadiah terakhir – granat tumpukan-belalang-tahi!”

Tubuhku bergidik saat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Bang Xiao Yao, bersembunyilah agak jauh!”

“Baik!”

Kuangkat semua barang-barangku dan berlari sejarak sepuluh meter, sedangkan Song Han melemparkan semua kotoran ke dinding rumah bu kontrakkan dan memasukkan semua serangga tadi ke dalam rumah tersebut. Dia juga sengaja menggores jendela rumah itu sebelum pergi. Goresan tersebut pasti tak akan mudah dihilangkan.

Dengan menghirup napas dalam-dalam, aku menepuk bahu Song Han.

“Xiao Lang, kau benar-benar saudaraku!”

Song Han menyengir dan berujar.

“Kita harus segera pergi dari sini, sebentar lagi neraka akan datang!”

“Benar!”

Saat kami pergi, terdengar teriakan bu kontrakan, tapi biarlah, aku juga tak berencana untuk bertemu lagi dengannya.

Di jalan, Song Han membantu membawakan barang-barang kecil dan aku menyandang pakaian yang telah terbungkus menjadi satu.

“Bang Xiao Yao, aku mencarimu karena ada sesuatu,” katanya.

“Aku tahu. Katakanlah, apa tujuanmu mencariku?” tanyaku setelah mengangguk.

Song Han berhenti dan mengepalkan tinjunya. Sorotan mata penuh semangat, dia tersenyum dan berkata.

“Aku mencarimu karena Lao K dan Hu Li ingin membangun lagi Biro Zhan Long. Kita bisa menorehkan sejarah tentang kepahlawanan kita. Bagaimana?”

Aku menatap matanya.

“Apa kalian punya cukup helm?”

“Untuk sementara, tidak!”

“Itu tidak baik. Tunggu beberapa lama lagi, kita harus mengumpulkan cukup uang!”

“Bang Xiao Yao, kau sudah diusir, di mana kau akan tinggal mulai sekarang?” Song Han bertanya dengan nada cemas.

“Jangan cemas. Hal sekecil ini, tak akan menggangguku. Nanti akan kutanyakan pada perusahaan agar memberikan giliran malam, dan dari sana aku akan tidur saat bertugas. Di sana ada pendingin air dan toilet, jadi kau tak usah cemas sama sekali,” jawabku sembari tersenyum.

Song Han menganggukkan kepalanya.

“Baguslah kalau begitu, ayo kita segera pergi. Aku akan kembali setelah mengumpulkan cukup uang untuk Zhan Long!”

“Tak masalah, jangan terburu-buru. Apa pekerjaanmu sekarang?”

“Oh, aku menjadi seorang pendeta, membantu orang mengatur dan mengadakan acara pernikahan mereka.”

“Bagus, prospeknya sangat baik,” kuacungi jempol padanya. “Pergilah dan bantu juga aku untuk mendapatkan izin sebagai pendeta, nanti kita bisa mengatur pernikahan orang sama-sama!”

“Baik!”

Di perusahaan.

Kepala Keamanan membanting meja dan kursi, dengan menunjuk ke arahku.

“Tak ada jatah! Giliran malam bukanlah sesuatu yang bisa kau minta lalu kau dapat. Bagian kita ini punya banyak satpam, dan semuanya menginginkan giliran malam. Apa kau pikir dengan memintanya akan aku berikan? Jangan mimpi! Juga, apa yang ingin kau lakukan terhadap selimut dan bantal di tanganmu itu? Apa kau mencoba untuk mogok?”

“Tidak mungkin. Mana saya punya keberanian seperti itu, Pak,” aku menjawab dengan senyum ceria.

“Oh, terserahlah, karena kau sudah tahu, tetaplah di giliran siangmu dan singkirkan selimut jelek itu!”

“Siap, Pak!”

Aku keluar dari gerbang perusahaan dengan membawa selimut.

“Hem, aku ditolak lagi. Dengan begini aku sudah tak bisa menggunakan rencana ‘menginap sambil tugas’. Biarlah. Meski pun dunia menolakku jutaan kali, aku akan tetap bertanya dengan sopan. Itu karena sikap adalah hal yang menentukan dalam segalanya. Aku harus mencari cara lain,” pikirku.

Saat itu, sebuah mobil polisi berhenti di sampingku dan pintunya terbuka. Dari sana keluar sebuah sosok yang sangat aku kenal. Dia adalah kepala regu Brimob dan atasanku yang sebelumnya, Wang Xin!

“Masuk!” katanya.

Aku mengangguk dan melemparkan selimut ke dalam mobilnya, kemudian masuk.

“Pak Wang, anda tak mengajak saya untuk bergabung lagi, bukan? Saya sudah keluar hampir selama dua tahun, dan pasti semua sudah beres, bukan?”

Dia tersenyum dan menjawab.

“Kau bocah tengik! Ah, dari agen khusus menjadi anggota Brimob, dari anggota Brimob menjadi polantas, dari polantas menjadi polisi cadangan, dan sekarang kau seorang satpam. Biasanya orang akan menaikkan pangkatnya, sedangkan kau berkebalikan.”

Aku tersenyum malu-malu sambil berujar.

“Itu ....”

Wang Xin melihatku baik-baik sebelum berkata.

“Saat kau dikeluarkan dari regu Brimob, aku tahu, itu bukan salahmu, bukan? Namun, kau terlalu kentara. Menangani kasus yang tak disentuh oleh siapa pun. Walau berhasil menangkap pelakunya, mereka juga punya cara untuk menyingkirkan petugas dengan jabatan rendah. Sebenarnya aku ingin menolongmu saat itu, tapi, seperti kata orang, ingin membantu bukan berarti bisa membantu. Kau tak menyalahkanku, bukan?”

Aku menggeleng dan menjawab dengan tersenyum.

“Sudahlah. Semua sudah lalu, dan saya sudah lupa akan itu ....”

“Hem, itu bagus,” dia diam sebentar. “Kali ini aku mencarimu untuk menawari sebuah pekerjaan. Pekerjaan yang sangat penting dan kuharap kau mau melakukannya,” tambahnya.

“Kerja apa?”

“Korporasi Tian Xi, kau sudah pernah mendengarnya, bukan? Saat ini adalah perusahaan terbesar dalam hal bidang IPTEK di kawasan Cina Tenggara, dan merupakan yang terdepan dalam teknologi masa kini.”

“Ya, saya tahu. Ada apa?”

“Perusahaan tersebut terlalu besar sehingga menarik perhatian beberapa kelompok, dan bahkan pengaruh asing juga ikut. CEO Tian Xi memiliki jiwa keras, sehingga dia tak takut akan ancaman. Namun, kelemahannya ada pada putrinya. Dia menyewa banyak pengawal untuk melindunginya, tapi mereka semua tak memenuhi standar. Dia memintaku untuk mencarikan, dan aku segera terpikirkan akan kau ....”

“Tidak, terima kasih. Jangan ikutkan lagi saya dengan tugas yang seperti ini. Saya tak ingin ditusuk dari belakang lagi!” jawabku dengan senyum dingin.

“Jangan begitu ... tugasmu hanya melindungi seorang gadis muda dan memastikan dia tak mengalami hal yang bukan-bukan. Bayarannya lumayan besar.”

Mataku membelalak.

“Berapa banyak?”

“8000 yuan per bulan.”

“Oh ....”

Aku memikirkannya sebentar, tapi kutolak.

“Lupakan. Saya tak mau bekerja dengan mempertaruhkan nyawa lagi. Menjadi satpam sudah cukup. Bahaya yang terlihatnya hanyalah tetesan air dari keran dispenser.”

“….”

Setelah beberapa lama, Wang Xin melihat ke arahku.

“Baiklah. Bagaimana kalau begini? Akan kunaikkan bayarannya khusus untukmu menjadi 10000 yuan? Pasti cukup, kan? Selain pembunuhan, aku ragu kau bisa mendapat bayaran yang lebih tinggi.”

Sangat menggoda!

Aku benar-benar diuji di sini, perselisihan antara rasa tamak dan logika. Akhirnya aku berucap.

“Meski sebanyak itu, saya masih harus tetap mempertimbangkannya. Karena, saya tak mau menandatangani kontrak yang mengikat.”

Wang Xin melihat ke arah barang-barangku.

“Jadi ... bagaimana kalau 10000 yuan ditambah selimut besar? Dari bahan bulu!”

“Apa!?” Aku bergetar penuh kesenangan, dan mengepalkan tinju. “Sebuah selimut besar dari bahan bulu ... tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menahannya. Baik, akan saya lakukan!”

“Bagus!” ucap Wang Xin seraya tersenyum.

Aku memikirkannya beberapa lama kemudian dan menambahkan.

“Bagaimanapun juga, anda harus mengembalikan rekan saya. Tidak mungkin bisa melindungi seorang gadis hanya dengan kedua tinju ini.”

“Tentu saja, rekanmu sudah ada di bagasi, ambil sendiri! Setelah itu, aku akan membawamu kepada yang meminta. Jika tak ada masalah, kontrak bisa langsung ditandatangani!” katanya setelah mengangguk.

“Bagus!”

Keluar dari mobil, aku membuka bagasi dan di dalamnya terdapat tas kain panjang berwarna hitam. Luarannya begitu indah dilengkapi dengan berbagai dekorasi. Di dalam tas tersebut, terdapat sebuah pedang panjang bergaya lama. Kugenggam pedang ini dan mulai bernostalgia. Tak tahan aku berucap.

“Xiao Hei, sudah hampir dua tahun kita tidak bertemu!”

Wang Xin berdiri di sampingku.

“Aku bertaruh nyawa untuk bisa mengeluarkan benda berbahaya tersebut dari gudang persenjataan. Kau memang aneh. Menggunakan pedang ini untuk mengancam anggota badan komisi kota. Kau benar-benar tak tahu batas.”

“Apapun itu, jika tak ada yang mau melakukannya, saya yang akan melakukannya,” kataku setelah itu.

“Mari, kita akan melihat yang akan merekrutmu!”

“Baik!”

Sepuluh menit kemudian, mobil perlahan berhenti di sebuah sasaran silat yang begitu mewah. Dengan membawa tas kain hitam, aku berjalan ke arahnya. Dari kejauhan, terdengar suara pedang yang beradu. Wah, ada seorang ahli!

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan tanggapanmu!

Kesulitan Membaca di Blog Ini?

Bagi kamu yang kesulitan membaca dengan format yang sekarang dan ingin mengubahnya atau mau lebih nyaman lagi, bisa klik alamat ini untuk tahu caranya.

Ingin Gabung?

Jika ada yang ingin bergabung sebagai penerjemah atau penyunting, baik itu untuk proyek yang ada atau pun proyek milik sendiri/baru, silakan hubungi kami.

Populer Seminggu Ini

Diubah oleh Pandeka Api. Diberdayakan oleh Blogger.