11 Caro Cadiak, Pandai pandeka.api@gmail.com Angko-angko agak bara -

Cerita di Balik Kata, Kisah di Balik Bahasa

Sabtu, 29 Agustus 2015

Zhan Long Bagian 5 - Ras dan Golongan



Siang harinya, aku bicara lewat telepon dengan Lin Tian Nan. Isi percakapannya sederhana – dia menyuruhku untuk bersama Lin Wan Er dengan tujuan melindunginya. Ditambah, aku harus menjauhkan semua laki-laki di seluruh kampus itu, jika ada yang berani mendekatinya, tanpa terkecuali. Jika tidak sanggup, aku harus segera melapor. Pastinya, kalimat terakhir lebih ditekankan, yang artinya aku tak boleh memiliki perasaan apa pun pada Lin Wan Er. Pada saat yang bersamaan, dia juga berpikiran bahwa Lin Wan Er tak akan menganggapku sama sekali, sehingga tak terlalu menjadi masalah. Hal ini membuat harga diriku terinjak-injak.

Asrama Universitas Liu Hua sangat bagus. Tiap kamar diisi oleh dua orang. Tempat tidur dan keperluan sehari-hari diberikan lengkap. Saat duduk di dalam kamar yang luas itu, aku akhirnya menyadari mengapa Pak Wang begitu ketat tentang pembayaran uang kuliah – tidak mungkin kampus seperti ini memakan biaya kurang dari puluhan ribu.

Saat makan malam, aku pergi ke asrama satu putri, sendirian. Tak lama, Lin Wan Er turun diikuti oleh seorang gadis berpakaian hijau. Dia cantik, cukup cantik untuk menarik perhatian orang di keramaian. Sangat disayangkan, dia berdiri di dekat Lin Wan Er, yang kalau kecantikan mereka dibandingkan, si gadis berpakaian hijau tidak apa-apanya. Dari jauh aku berpikir, bahwa gadis ini terlalu ceroboh dalam memilih teman.

Begitu dua orang gadis ini berhenti di depanku, Lin Wan Er menoleh ke arahku dan berkata.

“Ayo, kita pergi makan.”

Aku tetap diam. Statusku selalu mengingatkan, bahwa aku bukanlah anak orang kaya yang bisa berkuliah di sini. Aku direkrut untuk menjadi pengawalnya.

Herannya, gadis cantik di sebelah Lin Wan Er terus menatapku dengan aneh. Dia menjulurkan tangan dan berucap padaku dengan senyuman.

“Kau pasti Li Xiao Yao yang dibicarakan oleh Lin Wan Er, bukan? Dia memberitahukan segalanya. Aku teman sekamarnya, Dong Cheng Yue. Senang berkenalan denganmu!”

Aku menyalami tangannya, mengangguk, lalu tersenyum.

“Senang juga berkenalan denganmu Cheng Yue.”

“Berapa umurmu, Xiao Yao?” Cheng Yue tiba-tiba bertanya.

Aku sedikit ragu.

“Dua satu ....”

“Dilihat dari penampilanmu, pasti kau bohong, bukan?” dia bertanya dengan nakal, kepalanya sedikit miring.

Kukepalkan tinjuku.

“Baiklah, umurku dua tiga.”

“Pasti bohong lagi, kau sudah sepantasnya mengirimkan anakmu untuk berkuliah di sini.”

Cheng Yue terus menjahiliku, sebelum Lin Wan Er menghentikannya.

“Sudah, kau jangan terlalu menggodanya, Xiao Yue. Apa yang lihat dari dia ini? Ayo cepat kita makan, supaya persiapan lebih cepat. Besok adalah peluncuran resmi <Kismat>, dan kita harus cepat menjadi yang teratas!”

Cheng Yue tersenyum riang.

“Baik, baik, tapi bagiku Li Xiao Yao cukup menarik.”

Aku tersenyum mengejek.

“Kau terlalu memujiku, Cheng Yue. Di kantin mana kita akan makan?”

“Kantin satu.”

“Baik.”

Dua orang gadis cantik berjalan di depanku, membicarakan hal yang berhubungan dengan perkuliahan. Keduanya tertawa dan tersenyum. Akhirnya Lin Wan Er tersenyum juga. Dari samping, aku menoleh ke arahnya dan hatiku sedikit bergetar. Dia benar-benar menawan kala tersenyum.

Di kantin, Wan Er dan Cheng Yue duduk bersebelahan, dan aku berseberangan di depan mereka, yang duduk sendiri. Keduanya ingin makan malam bernuansa Barat. Aku memesan dua nasi dadar dan satu Xie Huang Geng. Aku memesan banyak karena Wan Er mengeluarkan kartu kredit emasnya dan yang akan membayar semua. Syukurlah, aku tak perlu membeli makanan sendiri selama menjadi pengawal. Aku bisa menabungkan gajiku untuk membelikan helm bagi Xiao Lang, Lao K, dan Hu Li, sehingga kami bisa sama-sama masuk ke dunia permainan dan membangun ulang biro Zhan Long. Sekali lagi, kami akan meraih ketenaran dan kejayaan.

Hem, sejujurnya Zhan Long belum pernah sekalipun mendapatkan itu semua.

“Xiao Yao~,” Chen Yue melihatku sambil tersenyum. “Kata Wan Er kau juga punya helm <Kismat>. Kau akan menemani Wan Er di dalam permainan, bukan?”

Aku mengangguk dan berkata.

“Ya, nomor ID-ku adalah 000747. Cukup awal, bukan?”

Wan Er mengulum bibirnya.

“Ayah menyuruh orang antre beberapa hari untuk mendapatkan helm tersebut, tentu saja lebih awal. Kami sebenarnya ingin memberikan helm tersebut sebagai hadiah pada orang lain, tapi orang itu sudah punya, jadi kau beruntung kali ini.”

Cheng Yue tersenyum dan bertanya.

“Xiao Yao, kau pernah main yang lain sebelumnya?”

Kuacungkan jari telunjukku yang artinya satu.

“Tahun 2014, bukankah waktu itu ada permainan yang tingkat realitasnya mencapai dua puluh tujuh persen? Berjudul <Taklukan>, aku memainkan itu sebelumnya.”

“Oh, benarkah?” sepasang mata indah Cheng Yue membesar karena terkejut. “Siapa namamu dan peringkat berapa kau dari seluruh server?”

Aku menjawab tanpa ragu.

“Lupakan tentang nama, aku sendiri tak bisa mengingat dengan jelas. Yang kuingat hanyalah peringkatku yang di sekitaran 3.970.000!”

Cheng Yue kembali tersenyum.

“Sejauh ingatanku, pemain <Taklukan> hanya mencapai lima juta orang. Itu artinya kau pemain di bawah rata-rata?”

“Bisa dikatakan begitu,” jawabku sambil mengangguk.

Wajah cantik Wan Er menunjukkan sedikit kekecewaan.

“Hu, jadi ... jadi maksudmu helm edisi terbatas yang kuberikan padamu menjadi percuma? Ah, sangat disayangkan ....”

Cheng Yue tersenyum, dan menyenggol bahu Wan Er.

“Tiap orang punya cara yang berbeda-beda, jangan begitu ... Xiao Yao, kita akan bermain <Kismat> bersama, apa rencanamu? Dari lima ras dan sembilan golongan, mana yang akan kau pilih?”

“Ya ... sejujurnya aku belum melihat informasi apa pun,” jawabku.

“Kau belum melihat informasi apa pun, tapi kau masih menerima helm dariku?” ucap Wan Er sedikit marah.

Aku tersenyum pahit dan menjawab.

“Tak ada yang perlu dicemaskan. Jika aku sudah terhubung dan membaca informasi tentang ras dan golongan, dengan sendirinya aku akan tahu apa yang harus dipilih. Cheng Yue, coba kauberitahukan tentang ras dan golongannya.”

Cheng Yue kelihatannya seorang pecandu permainan, dan dia mengingat dengan yakin.

“Ada lima ras. Yaitu manusia, elf angin, barbar, undead, dan elf bulan. Barbar adalah yang paling kuat dari segi kekuatan. Elf angin hebat dalam pertarungan jarak jauh dan elf bulan paling bagus untuk memperlama pertarungan. Undead punya serangan tambahan sebesar lima belas persen, yang dianggap paling menakutkan. Sedangkan manusia paling rata-rata dari seluruh ras, tapi mereka bisa memilih golongan apa pun.”

“Golongannya?”

Cheng Yue mengedipkan matanya, dan menjawab sebelum tersenyum.

“Ada sembilan golongan. Yaitu ahli pedang, penyihir, pengamuk, ksatria, pembunuh, dukun, ahli tembak, pemanah, dan biarawan. Kau pasti mengetahui dari namanya tentang apa dan kerja mereka, karena kau sudah pernah main sebelumnya. Jadi, ras dan golongan apa yang akan kau pilih?”

Aku menghirup napas dalam.

“Gampang, aku akan memilih golongan pendukung, yang bisa memulihkan. Sepertinya aku akan memilih dukun. Itu adalah golongan yang mereka juluki dengan ‘kantong susu’, bukan?”

Cheng Yue tersenyum lebar.

“Ya, dukun bisa memulihkan yang lain, dan pasti akan menjadi golongan populer. Kupikir kau akan memilih golongan semacam ahli pedang, ksatria, atau pengamuk. Kudengar banyak dari laki-laki di kelas kita yang akan memilih golongan kasar tersebut.”

Saat dia mengatakan ini, dia melihat ke arah Wan Er dan berkata menggoda.

“Wan Er, sudah ada laki-laki yang rela menjadi golongan pendukung untukmu, kau harus segera menikahinya.”

Wan Er membalas tanpa ekspresi sama sekali.

“Jika kau ingin, kau saja yang melakukannya. Aku tak senang sama sekali dengan hal ini. Xiao Yao, aku ingin tahu bagaimana kau akan bertahan di tahap awal permainan dengan memilih golongan dukun. Memilih golongan pendukung sebagai seorang laki-laki, ingin kulihat seberapa baik dirimu!”

Tentu saja aku mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Wan Er. Dukun tak punya kekuatan serangan dan kau butuh orang lain untuk membantumu di tahap awal permainan. Jika seorang gadis yang memilihnya, dia hanya perlu berdiri di desa pemula dan meminta dengan manis.

“Babang, mau tolong aku untuk menaikkan level?”

Pastinya sebagian laki-laki akan menolongnya. Jika seorang laki-laki yang menjadi dukun, kecuali kau setampan artis Korea, kau hanya akan duduk sendirian sembari memukul sesuatu dengan tongkat kayu.

Bagaimanapun juga, hatiku sudah siap dan tak takut sama sekali.

Penuh percaya diri aku berkata pada Wan Er.

“Tak ada yang perlu dicemaskan. Aku bisa mengurusnya.”

Wan Er sedikit monyongkan bibir. Dia tak mengatakan apa-apa dan terlihat masih tak percaya padaku sepenuhnya.

Cheng Yue sebaliknya berkata dengan lembut.

“Aku sudah memutuskan untuk menjadi seorang penyihir – golongan yang lemah dalam tenaga murni. Itu merupakan versi dari <Kismat> untuk pengguna sihir. Wan Er memutuskan untuk menjadi pembunuh, sehingga kami bisa bergantian dalam pertarungan jarak jauh dan dekat. Dengan cara itulah kami akan menaikkan level. Kami harus cepat untuk menjadi yang teratas.”

Aku mengangguk dan berucap.

“Hem, semoga kalian berdua beruntung.”

Setelah makan, dengan santainya kami keluar dari kantin. Banyak mahasiswa yang menuju ke arah kami.

Beberapa menit kemudian, seorang pemuda menunjuk ke arah kami seakan-akan melihat hantu dan berteriak keras.

“Aku ... aku tidak salah lihat, bukan? Gadis itu ... bukankah dia Lin Wan Er, bintang yang lima bulan lalu mengumumkan bahwa dia keluar dari dunia hiburan?”

Setelah itu, beberapa mahasiswa lainnya berdesakan ke depan. Seorang dari mereka berteriak.

“Lin Wan Er, apa itu kau? Bolehkah kami mengambil foto? Aku adalah penggemar beratmu dan sangat menyukai karyamu yang berjudul [Jantung Waktu]!”

Wan Er terlihat sedikit malu, dan berkata dengan lunak.

“Maaf, aku sudah berhenti. Aku ke sini hanya ingin belajar sebagaimana yang lainnya.”

Wuis!

Aku segera berdiri di depan Wan Er, kedua tanganku membentang, menahan beberapa orang. Dengan senyum aku berkata.

“Maaf, Nona Wan Er tidak ingin diganggu, jadi hormati pilihannya sebagai sesama pelajar!”

Salah seorang mereka marah.

“Siapa kau? Di sini bukan tempat kau bisa banyak omong. Pergi sana!”

Aku tak berkata apa-apa dan menyentakkan tanganku, terdengar suara uh, dan beberapa dari mereka termundur ke belakang. Tiap-tiap mereka berdiri di sana sedikit ketakutan. Mereka bahkan tak tahu bagaimana bisa terdesak ke belakang.

Aku tetap diam berdiri di sana, tanpa berkata apa-apa. Tak kubiarkan seorang asing pun mendekati Wan Er, yang merupakan tugas utama dari Lin Tian Nan.

Cheng Yue terkikik dari belakang dan berkata.

“Wuah, si Xiao Yao ini sebenarnya cukup layak.”

“Ayo kembali ke asrama,” ajakku.

“Baik.”

Wan Er berdiri di bawah asrama putri, saat tiba-tiba dia melihat ke arahku dan berkata

“Li Xiao Yao, besok, makan pagi dan makan siang akan langsung dikirimkan ke asrama kami, jadi kau tak perlu datang. Tepat jam dua belas siang besok merupakan pembukaan <Kismat>, jangan kecewakan aku.”

“Saya mengerti,” aku mengangguk.

Setelah melihat Wan Er benar-benar pergi, aku baru beranjak dari sana. Berjalan melewati jalan kecil yang menghubungkan asrama kami. Aku menyeka keringat yang ada di dahi. Aku tak tahu pekerjaan apa yang dia miliki, hingga memiliki banyak penggemar gila seperti tadi. Perjalananku ini akan menjadi sesuatu yang panjang dan sulit!

Memasuki kamar, aku membuka pintu dan melihat sebuah buku harian di atas meja. Ada seorang laki-laki yang duduk di atas tempat tidur lain yang bukan punyaku. Dia pasti teman sekamarku.

Teman sekamarku ini mengangkat kepala, kaca mata tebalnya memantulkan cahaya ke mataku. Dia tersenyum dan berkata.

“Kau pasti teman sekamarku, Li Xao Yao. Senang berkenalan denganmu. Namaku Tang Gu, kau bisa memanggil dengan Ah Gu.”

Aku mengangguk dan berkata.

“Hem, senang juga berkenalan denganmu, Mata Empat.”

“Tolong gunakan namaku, Tang Gu!”

“Tentu, Mata Empat.”

Umurnya pasti di atas dua puluh lima, bisa dilihat dari kerutan yang ada di keningnya. Aku ingin tahu, berapa banyak uang yang harus dia berikan ke kampus sebelum diterima. Benar-benar sebuah kuda pacuan.

Dia segera menarik kursi dan duduk di sana. Wajahnya terlihat bersemangat dan berkata.

“Barusan, aku melihatmu di kantin duduk bersama dengan Lin Wan Er. Apa hubunganmu dengannya? Ho ho, tahu akan dia, kau pasti sangat beruntung!”

“Untung apanya?” tanyaku bingung. “Siapa sebenarnya dia?”

“Ya, Tuhan!”

Si Mata Empat membanting meja.

“Kau bahkan tidak tahu? Lin Wan Er ... dua tahu lalu, saat dia berumur tujuh belas, dia meluncurkan single yang menjadi terkenal dengan judul [Jantung Waktu]. Single ini terkenal hingga seluruh Asia. Sejak itu, dia dikenal sebagai dewi. Dia adalah impian tiap lelaki! Sangat disayangkan, lima bulan lalu dia keluar dari dunia hiburan. Siapa sangka dia masuk ke ULH untuk kuliah.”

Aku terkejut.

“Jadi ... dia bisa menyanyi?”

Darah tersembur dari mulut si Mata Empat mengenai layar komputernya. Serangan telak ‘ketidaktahuanku’ berdampak gawat.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan tanggapanmu!

Kesulitan Membaca di Blog Ini?

Bagi kamu yang kesulitan membaca dengan format yang sekarang dan ingin mengubahnya atau mau lebih nyaman lagi, bisa klik alamat ini untuk tahu caranya.

Ingin Gabung?

Jika ada yang ingin bergabung sebagai penerjemah atau penyunting, baik itu untuk proyek yang ada atau pun proyek milik sendiri/baru, silakan hubungi kami.

Populer Seminggu Ini

Diubah oleh Pandeka Api. Diberdayakan oleh Blogger.