11 Caro Cadiak, Pandai pandeka.api@gmail.com Angko-angko agak bara -

Cerita di Balik Kata, Kisah di Balik Bahasa

Senin, 23 Mei 2016

MK - 5

Penerjemah: Pandeka Api
Penyunting: Pandeka Api
Catatan: Kekaisaran -> Kemaharajaan.
Klan -> Marga.
Terkadang penulisan nama tidak mengikutsertakan marganya. Harap dimaklumi.

---------------------------------------------------
Bab 5 – Pernikahan

Xia Qingyue muncul di antara dua pengiring pengantin. Dia mengenakan tajuk kecil berpola feniks. Tirai manik-manik menggantung dari tajuk tersebut menutupi seluruh wajah yang juga menyembunyikan raut wajahnya saat itu. Rambutnya yang halus dan berkilat jatuh lembut di samping bahu. Gaunnya yang berwarna kemerahan berisikan corak awan “empat kebahagiaan” dan ikat pinggang memperlihatkan pinggangnya yang langsing. Di tali pinggang tersebut menggantung sebuah jimat dari giok yang sangat indah sedangkan permata menguntai sebagai jumbai, serasi dengan sepatu emasnya. Perincian yang penting ini membuat pakaiannya yang sudah mewah semakin menawan.

Xia Qingyue perlahan berjalan menuju samping Xiao Che, dengan digandeng oleh pengiring pengantin dan setiap langkah yang dilakukannya terlihat ringan dan anggun, seolah sedang berjalan melintasi awan. Orang biasa akan terlihat seperti berjalan, tapi berbeda dengan Xia Qingyue. Dia terlihat seperti peri yang sedang menaiki awan. Postur tubuhnya yang memang sudah indah, menjadi santapan oleh mata Xiao Che.

Qingyue tiba di depan kereta dan dua pengiringnya pergi sambil berjalan mundur dengan membungkuk. Menurut tradisi pernikahan Kemaharajaan Angin Biru, pengantin pria akan membawa pengantin wanita ke atas pelaminan. Xiao Che melangkah maju dan mengulurkan tangannya untuk membantu Qingyue. Qingyue dengan tenang menyambutnya. Namun, begitu tangan mereka bersentuhan, sebuah hawa dingin datang menusuk ke telapak Xiao Che hingga membuat tangannya hampir tak bisa digerakkan.

Hawa dingin tersebut perlahan menghilang saat meletakkan tangannya dengan raut wajah tenang. Selain sedikit kerutan di keningnya saat hawa dingin melanda, dia tak berbuat apa-apa; bersuara pun tidak.

Jika ada yang menyibak tirai di wajah Qingyue, akan terlihatlah betapa mata indahnya membayangkan rasa terkejut, namun hanya sepintas saja sebelum kembali dingin.

Xiao Che duduk di atas kuda dan perhelatan berlangsung dengan penuh semangat. Kelompok pernikahan dari marga Xia mengikuti arah marga Xiao setelah itu.

Satu setengah jam berlalu, perhelatan telah kembali tiba di pintu masuk marga Xiao. Perjalanan panjang tersebut berlangsung dengan lancar dan damai, yang membuat kecewa pada mereka yang ingin menyaksikan sebuah pertunjukkan.

Xiao Lie sudah menunggu dan berdiri di depan pintu untuk menyambut para tamu. Sayangnya, jumlah orang yang datang untuk Xiao Che bisa dihitung dengan satu tangan. Kebanyakan tamu yang hadir merupakan untuk Xiao Lie dan marga Xia. Dengan reputasi Xiao Lie dan koneksi marga Xia, banyak tamu yang datang. Di luar pintu masuk kediaman marga Xiao, orang yang terlihat begitu banyak jumlahnya; jalan-jalan kian penuh hingga untuk lewat saja menjadi sulit. Semua orang ini hadir untuk melihat acara pernikahan dara tercantik di Kota Awan Apung.

Kereta pengantin Qingyue perlahan berhenti di tengah-tengah keributan. Sudut tirai terbuka dan pembantunya, Xia Dongling, berkata pelan, “Nona, kita telah sampai.”

Setelah itu, tampak sebuah uluran tangan dan Dongling dengan pelan menurunkan tangannya. Seketika Qingyue keluar dari kereta, suasana yang tadinya memekakkan berubah menjadi sunyi padam yang menyisakan tarikan napas dalam yang diikuti satu sama lain.

Saat itu hari hampir tengah hari. Cahaya lembut matahari terpantul oleh tajuk feniksnya, sedangkan jubahnya yang berkilauan diterpa oleh angin sepoi-sepoi membuat mata orang akan menjadi silau jika mereka melihat terlalu lama. Rambutnya yang digelung tinggi membentuk sanggul dan dihiasi dengan tajuk feniks yang membingkai dari empat lapis. Lapisan atas dihiasi dengan jepit rambut keemasan sedangkan bagian bawah dibubuhi dengan feniks emas berupa ukiran. Tajuk satin merah keemasan memanjang yang membuat rumbai mutiaranya bergoyang. Walau wajahnya tak terlihat jelas, tetapi dengan mata dan bibir yang sebagian tampak dan sebagian tertutup, membuat kecantikan semakin sempurna.

Suara napas tertahan terdengar secara bergantian dengan begitu banyaknya, demikian juga dengan orang yang menatap ke depan, tak sanggup lagi kembali ke alam sadar. Itulah besarnya karisma yang dimiliki oleh Qingyue bahkan tanpa harus menampakkan wajah. Berdasarkan pancaran dan bentuk tubuhnya saja, dia sudah terlihat seperti lukisan bidadari hidup. Kecantikannya begitu memukau hingga tak ada seorang pun yang sanggup melepaskan pandangan.

Dongling membungkus tangan Qingyue dengan selempang sutra merah. Tentu saja, ujung selempang ini terikat pada tangan Xiao Che. Begitu turun dari pelana, Xiao Che tersenyum sambil berjalan membimbing Qingyue menuju anglo. Mereka melangkahi ambang pintu dari marga Xiao dan langsung melangkah ke aula.

Saat masuk melewati pintu utama dari marga Xiao, keributan tak mereda. Raut wajah Xiao Che tidak berubah dan tetap tenang meskipun dia menginginkan acara ini selesai secepat mungkin.

Di sini merupakan aula pusat, tempat di mana marga Xiao melakukan pertemuan penting. Mereka yang diperbolehkan menggunakan aula ini untuk pernikahan adalah pemimpin dan para tetua dan marga Xiao. Untuk pernikahan ini, ruangan tersebut mengalami perubahan besar. Keadaan yang benar-benar pantas untuk dilihat. Sejauh mata memandang, tiap-tiap tiang dibubuhi dengan topas kuning dan dinding-dinding dilukisi dengan naga-naga yang dihiasi mutiara berharga. Karpet merah membentang membentuk garis lurus di tengah-tengah aula dan berujung pada tangga emas kecil. Cahaya keemasan yang terpancar di dalam ruangan tersebut, membuat hiasan-hiasan yang indah semakin indah. Marga Xiao tak akan mau menghabiskan sebegitu banyak uang hanya untuk Xiao Che dan hampir semuanya berasal dari marga Xia. Xia Hongyi tak akan segan untuk mencucurkan uang sebanyak mungkin untuk pernikahan putri semata wayangnya.

Xiao Lie dan Xia Hongyi duduk di atas kursi yang paling tinggi di ruangan tersebut; senyuman menghiasi wajah mereka saat melihat Xiao Che dan Xia Qingyue masuk. Di kedua sisi karpet merah terdapat tiga barisan bangku yang terbuat dari kayu cendana dan sudah terisi penuh. Pemimpin marga Xiao, Xiao Yunhai, juga ada di sana beserta empat orang tetua lainnya dari marga Xiao. Saat Xiao Che berjalan dengan penuh senyuman, raut wajah mereka tampak biasa saja, tetapi dalam hati merendahkan.

Marga Xiao adalah marga yang mengambil jalan melatih Tenaga Dalam sejak lama. Dengan adanya Xiao Che yang memiliki pembuluh cacat terlahir di dalam marga adalah sebuah aib. Jika bukan karena cucu dari Tetua Kelima, dia sudah diusir sejak lama. Dan jika bukan pula karena pernikahan dengan putri dari marga Xia, mereka tak akan mau menampakkan diri sama sekali.

Mengenai Yun Che, mendengar namanya saja, hanya satu kata sampah yang teringat oleh mereka dan tak peduli sama sekali dengan bagaimana wajahnya. Di Benua Langit Dalam, seseorang dianggap hina jika tak punya kemampuan. Itulah kenyataannya. Keras memang, tetapi semua orang mengikuti itu, bahkan akan menghinakan keluarga sendiri.

Raut wajah para generasi muda Xiao hebatnya juga terlihat selaras. Pandangan mereka semua mengarah ke Xia Qingyue dan menafikan nafsu mereka yang tak tertahan. Seketika tatapan itu dialihkan kepada Xiao Che, terlihat jelas bara dengki di dalamnya. Murid luar marga Xiao selalu memandang rendah terhadap pemuda cacat ini dan tak pernah dalam mimpi sekalipun bahwa akan bisa menikahi dara tercantik di Awan Apung. Perasaan yang mereka hadapi saat ini tak ubahnya seperti memakan bangkai lalat mentah.

Yang menjadi penanggung jawab acara pernikahan ini adalah pengelola pengadaan perlengkapan, Xiao De. Upacara pernikahan dimulai dari teriakan suaranya.

Pembawa acara pertama kali memperkenalkan kedua mempelai dan kemudian membaca nama-nama dari daftar tamu terhormat yang telah hadir. Selagi itu berlangsung, raut wajah Xiao Che tetap tenang, tetapi hatinya berkecamuk bagai ombak. Apa pun yang dikatakan oleh pembawa acara setelah itu tak menjadi perhatian lagi baginya. Saat itu dia sedang merenungkan masalah yang benar-benar harus dihadapi.

Perasaan aneh apakah yang tiba-tiba muncul saat tangannya bertemu dengan tangan Xia Qingyue pada waktu di kediaman marga Xia? Apa sejenis dari tenaga dalam? Tapi dia tak pernah mendengar adanya kekuatan misterius di Awan Apung. Untuk Xia Qngyue yang sudah mencapai Tenaga Alam Dasar tingkat 10 di umur enam belas tahun merupakan sesuatu yang luar biasa, tetapi masih berada di titik terendah tingkat tersebut. Bagaimana mungkin dia merasakan hawa dingin yang mampu membuat sebagian lengannya menjadi lumpuh? Kekuatan hebat apakah itu kira-kira?

Atau ... itu adalah kekuatan tersembunyi dari Qingyue saat dia mencapai puncak Tenaga Alam Dasar tingkat 10?

Suara pembawa acara berhenti sebentar. Kemudian dia berucap lagi dengan suara lantang.

“Penghormatan pertama ditujukan pada langit dan bumi!”

Pikiran Xiao Che terus berkecamuk saat dia melirik Qingyue dengan sudut mata sambil membungkuk memberi penghormatan ke arah pintu masuk; kepada langit dan bumi.

“Penghormatan kedua ditujukan pada orang tua!”

Keduanya berbalik dan menghadap kepada Xia Hongyi dan Xiao Lie, lalu membungkuk. Xiao Lie mengangguk dan tersenyum penuh kasih sayang terhadap Xiao Che dan cucu menantu barunya. Xia Hongyi juga tersenyum puas.

“Suami dan istri saling memberi penghormatan!”

Xiao Che memutar tubuhnya ke arah Xia Qingyue dan saat yang sama Qingyue juga memutar tubuh ke arah Xiao Che. Tindakan ini begitu mulus tanpa ada keraguan sedikit pun yang membuat semua generasi muda marga Xiao menggertakkan gigi. Dalam pikiran mereka, mereka sangat yakin bahwa Qingyue tidak bersedia menikahi si cacat tolol tersebut, melainkan hanya paksaan dari ayahnya. Namun tak disangka, bahkan sudah sampai di tahap ini, tak ada perlawanan sama sekali dari Qingyue dan membuat mereka kecewa yang sekaligus juga memudarkan sangkaan-sangkaan mereka.

Dua orang ini saling membungkuk satu sama lain. Xiao Che melihat mata yang dingin melalui celah-celah tirai manik ... begitu dingin hingga tak menunjukkan emosi apa pun.

Biasanya pada saat seperti ini, para hadirin akan memberikan tepuk tangan meriah, tertawa, dan sorakan girang, namun hanya beberapa orang sahaja yang benar-benar memberikan tepuk tangan, membuat suasana menjadi canggung.

“Sudah sepantasnya Tetua Kelima diberikan selamat,” Tetua Pertama, Xiao Li, yang duduk di samping Xiao Yunhai berkata dengan nada sinis.

“Saya ucapkan selamat sebagai perwakilan dari Lima Tetua.” Bahkan Xiao Lie yang duduk di sebelah Xiao Yunhai mendengar nada cibiran dari perkataannya.

Tetua Kedua, Xiao Bo, tertawa bernada yang sama dengan barusan dan melanjutkan, “Tetua Kelima, mendapatkan cucu menantu yang sangat berbakat telah memberikan kebanggaan pada marga Xiao. Sedangkan untuk marga Xia, mendapatkan menantu demikian, ha ha, juga dapat diterima. Selamat.”

Suasana di ruangan menjadi dingin seketika. Jika seseorang tidak bodoh, mereka mendengar jelas maksud ucapan selamat yang telah diberikan.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan tanggapanmu!

Kesulitan Membaca di Blog Ini?

Bagi kamu yang kesulitan membaca dengan format yang sekarang dan ingin mengubahnya atau mau lebih nyaman lagi, bisa klik alamat ini untuk tahu caranya.

Ingin Gabung?

Jika ada yang ingin bergabung sebagai penerjemah atau penyunting, baik itu untuk proyek yang ada atau pun proyek milik sendiri/baru, silakan hubungi kami.

Populer Seminggu Ini

Diubah oleh Pandeka Api. Diberdayakan oleh Blogger.